BACA, RENUNGKAN DAN PERBUATLAH

BACA, RENUNGKAN DAN PERBUATLAH



Oleh Rossy Kolin - (Getrudis Ose Kolin)*

(Foto: Facebook Kolin Kolin - 26 Juni 2018)


“Membaca tanpa Merenungkan Bagaikan Makan tanpa Dicerna”

Setiap orang yang sudah tahu membaca pasti sudah pernah membaca. Entah apapun itu, entah sedikitpun kata atau kalimat yang dibaca, intinya dia pernah membaca. Menurut Saya, membaca bukanlah sebuah hobby melainkan kebutuhan. Jika kita tidak tahu membaca apapun, mau jadi apa kita? Banyak sekali dampak jika kita tidak tahu membaca.

Saat membaca sebuah kata benda, misalnya Kursi, pasti kita akan merenungkan dan membayangkan sebuah benda yang bernama ‘kursi’. Seperti halnya saat kita membaca sebuah cerita atau dongeng, kita merasa seperti memerankan langsung cerita atau dongeng yang kita baca. Hal itu termaksud sebuah penghayatan dalam membaca. Dalam penghayatan butuh yang namanya perenungan. Jika kita membaca tanpa merenungkan, maka apa artinya bacaan yang kita baca? Sebanyak apapun halaman yang dibaca jika tak ada perenungan sama sekali, sama saja kita tidak pernah membaca apa-apa.

Saya menceritakan sedikit pengalaman Saya tentang sebuah kata yang disebut “membaca” dan tentang sebuah benda yang dulu sangat asing bagi saya, yakni “Buku”. Saya terinspirasi dengan sebuah buku kecil yang saya baca saat duduk di bangku SD kelas 2, yang berjudul “Baca, Renungkan dan Perbuatlah”. Sungguh buku ini sangat menginspirasi saya. Di dalam buku ini diceritakan tentang seorang anak perempuan biasa, lahir di kampung biasa, yang hidup dari keluarga biasa, dan ekonomi pun biasa-biasa saja. Seorang anak perempuan biasa ini menempuh pendidikan di sekolah yang biasa dan lulus dengan nilai yang luar biasa. Ayah dari anak ini sudah meninggal, ibunya sakit parah. Kehidupan sehari-harinya bangun pagi pkl. 04.00, mencari kayu di hutan sampai pkl. 06.00. Pada pkl. 06.00 sampai pkl. 12.15 berada di sekolah. Dia membayar uang sekolah dengan uang yang didapat sendiri dari hasil menjual kayunya. Kehidupan sehari-harinya juga digunakan untuk mengurus ibunya yang sakit. Walaupun begitu banyak kesibukkannya, ia tak pernah lupa belajar dan membaca. Misalnya saat duduk berjualan kayu, jika belum ada pembeli ia selalu mengeluarkan buku dari tas kecilnya untuk dibaca. Dia di kemudian hari menjadi orang yang sukses dan memiliki pekerjaan yang luar biasa. 

(Dok: TBH46)


Ceritera ini mengajarkan kepada Saya bahwa membaca sangatlah penting. Membaca dapat menambah wawasan dan menambah ilmu kita. Dan membaca tanpa merenungkan bagai makan tanpa dicerna. Ini hanya tulisan biasa dari seorang perempuan biasa, jangan dianggap luar biasa, agar saya tetap biasa-biasa saja. Sekian.


Waibalun, April 2018

Kelas: X SMAK Frateran Maumere

“Pengalaman Saya Bersama Buku”
(Lomba Menulis - Komunitas Taman Baca Hutan 46 Waibalun - 05 Mei 2018)

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WAIBALUN - JATI DIRI

TERUNTUK PATER BERNAD MULLER, SVD

KRITIK BUDI (Refleksi Singkat untuk HUT Pater Budi Kleden SVD)