Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2019

SURAT dari BULAN

Gambar
Surat dari Bulan ------- Cerpen oleh Penjelajah Alam Ankie, pemuda tetangga kami. Tubuhnya kurus tapi tak krempeng, masih sedikit berisi. Rambutnya keriting kering. Brewokan. Jebolan salah satu perguruan tinggi terkenal jurusan hukum di pulau seberang ini memang sangat esentrik. Penampilannya sederhana, kadang kumal, sisa idealisme ala mahasiswa. Sejak pulang kampung, dia memang suka meneriakan semua hal yang menurutnya timpang dan tidak adil. Semua hal dikritiknya. Dari pasar yang selalu kotor dan kumal, jalanan yang berlubang, sampah yang menumpuk hingga bunga tetangga yang ditanam di depan rumah. Kala pemilu datang, dia mengkritik habis-habisan caleg yang asal mengumbar janji di baliho. Saat gempa melanda, dia menyalahkan pemerintah yang gagal memberikan peringatan gempa. Warga kampung pun merasa menemukan sosok superman dalam dirinya. Dirinya menjadi idola baru di kampung, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Setiap tulisan dan status di akun medsosnya dibanjiri jemp

TERUNTUK PATER BERNAD MULLER, SVD

Gambar
Teruntuk Pater Bernad Muller, SVD ------------------ Oleh Nesty Maran Kemarin dia datang membagi hidup,/ Karena hidup umat adalah milik Tuhan./ Lelaki ini.../ Perihal kepergiannya dari kampung ibu,/ tak dikahwatirkannya dalam perjalanan penuh kesan./ Suara lonceng berdentang./ Lilin kembali berkorban./ Seperti halnya lilin lelaki ini pergi dan mengorbankan segala miliknya./ Gerimis pagi memberi cemas,/ adakah tangan umat kembali mencelup napan berisi air di sisi dinding?/ Segala jubah ia pakai,/ segala doa dipanjatkan,/ menebar senyum di sudut gereja,/ berkulit putih berbadan tegak,/ anak kecil berlarian ketakutan dipikir mereka si bapak penembak jitu./ Seperti mazmur pemberi hidup,/ ia meninggalkan yang sia-sia/ dan menimbun harapan./ Dia tahu benar siapa yang meraupnya nanti./ Kapan hari lalu seorang wanita mengadu rasa penuh simpatik tentang nyanyian yang indah./ Seminggu berlalu didengarnya nyanyian indah penuh syukur./ Pada masa tua pun dia mas

UNTUK SEMUA YANG MEMILIH PERGI

Gambar
"Untuk Semua yang Memilih Pergi" ---------- Oleh Magdalena Eda Tukan Pada akhirnya dengan lapang dada kau harus bisa terima bahwa ada yang hanya singgah, menjadikanmu tameng berlindung lalu pergi setelah perang berakhir. Pada perjuangan yang menguap ke langit tak kunjung berujung. Pada mereka yang tidak cukup kuat melewati badai bersama untuk nirwana yang sama. Sudah! Kau hanya perlu ikhlas pada kepergian tanpa peluk dan pamit. Hanya doa dalam pekat dan kelam agar tenteram terus menetap. Ruang Privat Sarotari, 19 Mei 2019 (Foto: Magdalena Eda Tukan - Facebook)

INDERA

Gambar
"INDERA" Oleh Nesty Maran Saatnya telah tiba,/ Mengayuh sampan sampai terluka./ Telah tiba mengayuh sampai di titik terdalam./ Luka terdalam!/ Aku sampai pada titik ini./ Pagi gelap, siang terus seperti itu./ Lalu bagaimana dengan malam?/ Aku melihat malam pada pagi dan siang./ Untung kamu!/ Baik kamu!/ Sial aku! Takdir si tuna netra!/ Jiwa hendak merapuh,/ sebab sorai congkak dari pembunuh./ Akan ku hantarkan pesan,/ lewat daging bibir yang masih menggelora./ Perbanyaklah sajakmu./ Sebab bila mata tak lagi bekerja,/ indra pendengar masih mau berkorban./ 22 Mei 2019, Ruang Kelas XI - SMA Negeri 1 Larantuka (Foto: Pasir Putih Pantai Rako - Wulanggitang)

"SEJARAH"

Gambar
"SEJARAH" ---------- Oleh Nesty Maran Menyangkut pikir dan rasa, Aku curiga.../ Mengenai logika dan curiga, Aku khawatir.../ Tentang sejarah dan bukti, Aku kembali.../ Pikiran akan menyangkut pada rasa dan membawa curiga./ Logika selalu mengenai curiga dan berbentur dengan khawatir./ Dan tentang sejarah ingin ada bukti lalu diulang kembali.../ Soal lebih kepada sejarah!/ Sampai kapan curigaku akan sekutu berakhir?/ Sampai kapan khawatirku terhadap tanah kelahiran?/ Lalu sampai pada generasi ke berapa harus menoleh?/ Jalanku lelah namun tak karam./ Jiwaku lesu namun tak mati./ Aku merdeka tapi curiga lalu khawatir sampai memaksaku masuk pada sejarah.../ Mengapa?/ Tidakkah kau menatap sekarang?/ Atau menatap pun harus diundang-undangkan?/ Kita kini keliru atau mungkin tertipu./ Jangan tentang politik itu terlalu berlebihan./ Jangan juga tentang ekonomi itu terlalu berat./ Kita rakyat kecil, mari berbincanglah tentang rasa tapi juga dalam skala

AYAH

Gambar
AYAH ------- Oleh Nesty Maran Lebih dari kemurniannya ia memberi sumber./ Sumber yang kekal yang tak bisa disangkal./ Ia menyematkan nama yang memberikan arti./ Nama agar kelak tak ada yang dapat merebutku darinya./ Ayah... Menua lewat mimpi, namun raut masih tampan dan tangguh./ Membagi cinta kepada lima titipan Tuhan, yang ia tidurkan setiap malam lewat lantunan nyanyian malam./ Yang ia bangunkan saat fajar menyerang dengan panggilan  lembut nan meminta./ Ini untuk kami... Tak pernah menyelipkan bosan  dalam pikirannya./ Tangguh memang si ayah ini... Tak tahu apa yang ia selipkan dalam doa, mungkin kekuatan untuk tetap kokoh? Atau mungkin tentang rejeki?/ Namun yang pernah ku dengar adalah senandung rindu yang ia sampaikan kepada Sang Penitip, agar segera pulangkan lima titipan itu  dari negeri seberang./ Ruang Kelas XI - SMA Negeri 1 Larantuka (nb: Foto Pemandangan dari bukit Lewotobi - Nampak Pulau Solor, Adonara dan Lembata)

KEKASIH

Gambar
KEKASIH --------------- Oleh Nesty Maran Palingkan wajah sang rembulan. Tiadakan mentari untuk hari ini. Aku lelah... Tutuplah rejeki untuk hari esok. Bukalah jalan menuju penyesatan. Aku sanggup... Abaikan alat pemuas itu. Bergelutlah dengan masa lampau. Aku bosan... Andai kita bertemu hari ini, andai kita bertatap hari esok, pasti si andai tersinggung saat ini./ Bila rindu tak terbalaskan hari ini, semoga esok fajar tak lagi menjamuku. Ruang Kelas XI - SMA Negeri 1 Larantuka

AKHIR

Gambar
AKHIR Oleh Nesty Maran  Sempat meninggalkan luka/ Sempat menanamkan rindu/ Sempat menahan kecewa/ Akhir....  Penyelesaian dari sempat yang pernah tergores, dari curiga yang tak pernah tertuang.  Namun tiap-tiap goresan itu menggambarkan luka yang tak pernah sembuh, yah luka yang tak surut akan darah. Tapi darah itu pernah membeku, pernah mengalir,  dan rasanya luka itu digoreskan kembali  sampai pada tulang yang harusnya terlindung. Mengapa harus tulang?  Bila ditelaah lebih cermat: tulang lebih kuat dari daging bukan??? Ruang Kelas XI - SMA Negeri 1 Larantuka  

SEMANA SANTA: Peristiwa Kebenaran

Gambar
SEMANA SANTA: Peristiwa Kebenaran Oleh Karolus Banda Larantukan Di hadapan ketakterjangkauan kata-kata, pemaknaan akan sesuatu yang tak terbatas hanya dapat dipakai dengan sarana yang terbatas. Pemakaian sarana (bahasa) yang terbatas terhadap yang tak terbatas pada akhirnya selalu menawarkan keterbukaan. Keterbukaan inilah yang berlangsung dalam proses dialektis yang terus menerus. Proses ini hadir dalam interpretasi, yang mana interpretasi tersebut pun hadir ketika diundang oleh peristiwa atau tradisi. Itu berarti setiap interpretasi akan sebuah peristiwa tidak berawal dan berujung, namun berproses. Pada titik inilah, ketika berbicara perihal kebenaran, maka kebenaran tidak pernah berada pada awal dan berujung tetapi berlangsung dalam proses interpretasi tersebut. Kebenaran tidak pernah kita miliki atau sadari, bukan sebuah produk kesadaran, melainkan lebih merupakan sebuah peristiwa yang menimpa kita sekaligus tempat kita terlibat di dalamnya. Bahwa tradisi yang telah berl

"TEDE"

Gambar
"TEDE" Oleh Nesty Maran Injakan-injakan telapak yang membekas kini mencapai ribuan kilo meter. Sepasang telapak yang mungkin sudah merontak untuk dibebaskan dari aktivitas seperti ini. Si pemilik tetap memaksa, agar laju semakin kuat nan terlatih. Kadang si pemilik menangis agar sepasang telapak mengerti untuk apa si mata ada dan mengapa harus pada mata? Air selalu memberi Hidup, ini masih pada pikiran sepasang telapak yang tertuju pada mata. Telapak harus kuat agar si mata tak lagi menyia-nyiakan Hidup. (TEDE adalah bahasa lamaholot  yang berarti Melihat ) Kelas XI - SMA Negeri 1 Larantuka Waibalun, 03 Mei 2019

"02-MEI"

Gambar
"02-Mei" ( Hari Pendidikan dan Aku!" Oleh Nesty Maran Hari pendidikan dan aku! Seorang pelajar sebagai pelaku utama di hari ini, mengambil keputusan yang tidak menyenangkan bagi orang-orang di sekelilingnya dan baginya sendiri sebagai suatu tantangan. Era boleh berubah tapi zaman dapat menariknya kembali . Beranjak dari kampung halaman mungkin diikatkan dengan ijasah keberanian dalam bertualang. Namun beranjak dari dunia pendidikan adalah satu jurang menuju kebodohan yang paling dalam. Siswa Kelas XI - SMA Negeri 1 Larantuka Waibalun, 02 Mei 2019