Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2019

"WAE"

Gambar
"WAE" Oleh Nesty Maran Diawali perbincangan hangat seakan mengelabui  dinginnya malam, sampai-sampai bermaksud memotong waktu, namun sang jangkrik memberi isyarat: "Malam". Kodrat tetap sama, walau intonasi makin menjulang . Berbincang sampai larut bukan hal indah. Melihat diri sebagai kupu-kupu pada saat itu. Hanya bermodal kalimat penegasan: "Mengapa harus menjadi kupu-kupu?" Satu hal yang paling menggugah  dalam ucapannya: "Pelayanan diberikan agar yang akan datang kelak merasa dilayani". Kupu-kupu selalu menyembunyikan anaknya, sampai harus kelihatan mampu. Menangis di pelataran rumah, merayu Sang Pencipta agar diberikan bunga. Sampai sekarang tak ada yang tahu bagaimana raut muka si kupu-kupu dalam tangisan...???!!! Ruang Kelas XI  SMA Negeri 1 Larantuka

PERIHAL SATU BAGI LEBIH DARI SATU

Gambar
PERIHAL SATU BAGI LEBIH DARI SATU   (Kepada Ayah dan Semua Guru di Dunia) Oleh Clarita Unu Kleden Ayahku adalah seorang guru. Tekun lagi. Sejak lahir ayah sudah bercita-cita menjadi seorang guru. Sudah besar, maka jadilah demikian. Ia sangat mencintai pekerjaannya itu. Pada setiap ranum senja ketika segelas kopi mengakrabkan yang dekat, ayah tak kalah mengumbar cerita: “Nak, ayah hidup jadi guru, dan guru bukan untuk hidup ayah”. Bayangkan betapa kuat baja semboyan ini, sekuat legam hitam kulitnya dan batuk terlampau lantaran bertamu ke tenggorokan debu kapur papan tulis. Dengan sangat bangga kuangkat segelas kopiku “pros”, aku berteriak. “Ayahku adalah guru, ayah juara satu seluruh dunia”. Lalu kami berdua pun tertawa tanpa kami tak tahu mengapa kami tertawa.   Ayahku adalah seorang guru. Ia mengasuh pelajaran matematika, ilmu belah diri untuk membunuh bilangan dan angka-angka. Sekedar intermeso, ayah pernah keceplosan begini: “Guru yang paling gampang dikenal adalah g