Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2021

Melanjutkan Membaca Ignas Kleden, Menyandingkan dengan Goenawan Mohamad

Gambar
Melanjutkan Membaca Ignas Kleden, Menyandingkan dengan Goenawan Mohamad (Foto: Goenawan Mohamad dan Ignas Kleden) Oleh: Riwanto Tirtosudarmo* Arief Budiman dalam esainya yang indah  "Esai tentang Esai" di Majalah Sastra Horizon, Juli 1966; menulis:  Bersama puisi orang-orang diajak menuju pada kehidupan nilai-nilai subyektif. Bersama ilmu orang diajak kepada hidup yang praktis. Bersama esai orang diajak kepada kehidupan yang menggejala secara sederhana dalam diri seorang manusia nyata. Itulah esai. Dalam menilainya kita harus menempatkannya pada proporsi yang sebenarnya sesuai dengan kodratnya. Dinilai dengan norma-norma puisi, dia adalah puisi yang tanggung – puisi yang kurang dihayati secara intens/pathos. Dinilai dengan norma-norma ilmu, dia adalah ilmu yang setengah-setengah, suatu studi pendahuluan yang masih kabur perumusan konsep-konsepnya; masih bercampur-baur dengan perasaan-perasaan subyektif dari penulisnya yang dibiarkan hidup dan terus terasa mengganggu bagi se

SEJARAH INTELEKTUAL, MEMBACA IGNAS KLEDEN

Gambar
SEJARAH INTELEKTUAL, MEMBACA IGNAS KLEDEN (Foto: Ignas Kleden) Oleh: Riwanto Tirtosudarmo* Ignas Kleden adalah seorang sosiolog yang sejak sangat muda terdidik dalam filsafat. Sosiologinya karena itu bukanlah yang berurusan dengan penelitian empiris tapi dengan dunia pemikiran yang hampir selalu filosofis. Sosiologi dan filsafatnya bukan sebagai vokasi (keahlian) tetapi sebagai alatnya untuk memahami sejarah pemikiran yang berkembang di dunia dan bangsanya Melihat riwayat pendidikan formal Ignas, kecuali S3-nya, selalu filsafat. Yang pertama di STF/TK (Sekolah Tinggi Filsafat/Teologi Katolik) Ledalero, sebuah lembaga untuk mendidik para calon imam Katolik yang letaknya tidak jauh dari tempat kelahirannya, Waibalun, sebuah desa di pinggir laut yang terletak di jalan raya antara Larantuka dan Maumere, Flores. Setelah pindah ke Jakarta dan bekerja sebagai editor di Yayasan Obor dan Prisma, di samping sebagai kolumnis yang produktif, sebelum kemudian melanjutkan studi filsafatnya (S2) di M