Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2020

ESENSIALISME KEBUDAYAAN DAN PRAGMATISME POLITIK

Gambar
Esensialisme Kebudayaan dan Pragmatisme Politik Dr. Ignas Kleden* UNTUK waktu yang sangat lama pemikiran ilmu sosial dan kalangan politik dikuasai oleh gagasan esensialis tentang kebudayaan. Secara sederhana dalam gagasan itu diandalkan dan dipercaya begitu saja, bahwa kebudayaan terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang telah selesai, mantap, baku dan berdiri sendiri. Yang diabaikan dalam gagasan esensialis adalah peranan para pendukung kebudayaan dalam memberi bentuk dan isi kepada kebudayaan mereka. Asumsi yang dianut adalah bahwa tingkah laku sekelompok orang akan tergantung kepada nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan yang dianutnya. Jadi, untuk mengubah tingkah laku budaya perlulah diubah terlebih dahulu seluruh perangkat nilai dan norma kebudayaan yang menjadi pedoman bagi tingkah laku budaya. Pemikiran seperti itulah yang saya kira telah menjadi dasar kerisauan saudara Mohamad Muzamil dalam artikelnya berjudul Perubahan Nilai atau Budaya Politik? (Kompas, 24 Mar

SIMBOLISME CERITA PENDEK

Gambar
SIMBOLISME CERITA PENDEK Dr. Ignas Kleden * PERTANYAAN yang menarik saya dan yang coba saya selidiki dalam seluruh epilog buku Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan adalah sebuah pertanyaan yang mengganggu saya sejak beberapa tahun terakhir, tetapi yang jawabannya belum pernah saya peroleh secara memuaskan. Pertanyaannya adalah: apakah yang membuat sebuah teks kesusasteraan berbeda dari teks-teks lain, seperti teks jurnalistik atau sebuah laporan penelitian ilmu sosial? Apakah yang membedakan sebuah cerpen atau novel tentang para gelandangan (misalnya cerpen Tujuh Belas Tahun Lebih Empat Bulan, karangan Ratna Indraswari Ibrahim dalam kumpulan ini) dan sebuah laporan Kompas tentang gelandangan, dan apa pula yang membedakan sebuah teks iklan tentang perlengkapan meja-makan dan puisi Goenawan Mohamad tentang sebuah poci? *** PERTANYAAN tersebut mungkin sekali tidak pernah menarik buat seorang sastrawan atau seniman umumnya, karena pertanyaan tersebut bukanlah pertanyaan kreati

KEBEBASAN KREATIF

Gambar
Kebebasan Kreatif Oleh Paul Budi Kleden* KEBEBASAN tidak hanya merupakan sebuah tema yang menarik untuk dibicarakan. Dia tampaknya demikian berharga sehingga banyak orang, secara pribadi atau kelompok, berjuang untuk merebut atau mempertahankannya. Perjuangan untuk memperoleh kebebasan selalu berhadapan dengan kekuatan yang dinilai membelenggu dan menjajah. Dari perspektif penguasa politik yang menjajah, setiap bentuk upaya pembebasan adalah tindakan subversif. Para penguasa agama tidak jarang menilai ungkapan kebebasan itu sebagai heresi yang harus diperangi. Mereka semua tahu, cara paling efektif untuk melindungi diri dari tindakan subversif adalah memanipulasi proses pemikiran, menyeragamkan cita rasa, dan mengontrol pengartikulasian kehendak dan gagasan. Menguasai manusia berarti mengendalikan dua kapasitas dasarnya: pikiran dan kehendak. Namun, sejarah menunjukkan bahwa indoktrinasi seintensif apa pun ternyata tidak sanggup mendiamkan secara total suara kebebasan, da