BERSYUKUR - TERLIBAT (Untuk S. Yeremias Tukan)

Untuk S. Yeremias Tukan

"BERSYUKUR-TERLIBAT"

(Antara Sosial-Budaya, Politik-Birokrasi dan Agama)

(S. Yeremias Tukan)

Lage Ae Niku Kola, Marin Pali Hukut Bauk. Kata-kata ini terpampang indah dan penuh makna di gapura, gerbang masuk rumah adat Waibalun. Nada penuh motivasi ini sesungguhnya adalah semboyan yang menjiwai setiap pribadi yang menghuni dan menghidupi Lewotana Waibalun. 

Ijinkan saya untuk sekedar memberikan review atas salah seorang sosok yang cukup berpengaruh terhadap kehidupan, gelekat-gewajan Lewuk Belen Waibalun. Catatan ini bukanlah interpretasi yang lengkap tentang sosok ini, melainkan hanya catatan lepas dan sangat sederhana. Namun, sekiranya bisa menjadi kenangan tersendiri atas sosok beliau. Dialah: S. Yeremias Tukan, S.Ag.

Saya mencoba memilah dan merangkum sosok ini menjadi: Pribadi Sosial-Budaya, Pribadi Politik-Birokrasi dan Pribadi Agama. Tentunya kita semua boleh membuat rangkuman tersendiri akan sosok ini. 

Pribadi Sosial-Budaya

S. Yeremias Tukan menghabiskan seluruh hidupnya di Waibalun. Berbeda dengan beberapa saudaranya yang lain, yang sebagian hidup mereka dihabiskan di luar Waibalun. Pada titik ini, saya berpendapat bahwa beliau sangat memahami kehidupan sosial-budaya Ata Waibalun dan Lewo Waibalun. 

Pada pertemuan-pertemuan Lewo baik tentang Lewo maupun tentang Mate-Kwete (Kematian), dan Kawe-Gate (Pernikahan), beliau selalu hadir. Tidak saja hadir sebagai peserta, namun beliau memberikan kontribusi pikiran yang menjadi pertimbangan Lewo. Hal ini menjadi sumbangsih tersendiri (kontribusi pikiran), ketika pada satu titik Lewuk Belen Waibalun sangat menghormati adat-budaya, dan di sisi lain ada pikiran loncatan dari beliau (bukan meninggalkan budaya). 

Saya ingin memberi sedikit garis-bawah terhadap sosok ini ketika beliau berhadapan antara nalar progresifnya dengan kehidupan Lewo. Saya boleh menyatakan bahwa beliau sedang menjalankan semboyan: Lage Ae Niku Kola.

Pribadi Politik-Birokrasi

Pada bagian ini, saya tidak mencoba untuk melihatnya dalam kegiatan politik (murni) melainkan sebagai seorang birokrat yakni Kepala Kelurahan Waibalun. Dalam catatan, beliau mengemban tugas dan memimpin kelurahan Waibalun selama 10 tahun (1988-1998).

Kepala Kelurahan Waibalun sesungguhnya tidak saja berhadapan dengan administrasi melainkan lebih pada kehidupan masyarakat kelurahan (warga negara) yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat Lewo (warga adat). Pada titik inilah sosok ini menjadi fenomenal di masyarakat, baik warga negara maupun warga adat.

Beliau mampu memberi keseimbangan antara kehidupan sebagai warga negara dan warga adat. Saya ambil contoh kenakalan anak muda (remaja) yang merugikan kehidupan bermasyarakat (warga negara), beliau selesaikan secara Lewo (warga adat). Maka, kenakalan remaja tidak diselesaikan dipihak berwajib (kepolisian), melainkan diselesaikan di Lewo Waibalun (adat), yang mana beliau adalah kepala kelurahan-nya.

Pada titik ini juga, saya pun memberi catatan bahwa beliau menjalankan sebuah seni politik birokrasi yakni menjaga keseimbangan warga negara dan warga adat: Mo Aken Gelupa Tenoa Rae Ile, Mo Aken Kehuli Ida Lau Bean.

Pribadi Agamais

Saya mencoba mendasarkan pribadi ini pada konteks keterlibatannya dalam kehidupan gereja yakni sebagai Ketua Dewan Paroki St. Ignasius Waibalun. 

Bahwa pribadi ini, tidak saja mampu menjalankan dan menghidupi dirinya sebagai pribadi yang bersosial-budaya dan ber-politik-birokrasi, melainkan juga mampu menempatkan diri dalam kehidupan gereja (agama). 

Ketertarikan kepada agama (gereja) diwujudkan pula dalam pendidikan yakni menjadi seorang lulusan Sarjana Agama pada Sekolah Tinggi Pastoral Reinha Rosari Waibalun, Larantuka. 

Keterlibatan sebagai Ketua DPP St. Ignasius Waibalun melukiskan bahwa keterlibatan kita dalam hidup tidak saja berhenti pada hal-hal profan namun harus menukik jauh ke dalam kehidupan religius: Lera Wulan Tana Ekan.

Epilog

Marin Pali Hukut Bauk, Lage Ae Niku Kola. Apa yang terjadi hari ini menjadi peringatan untuk kehidupan esok, Melangkah lah jauh ke depan dan bila perlu berlarilah secepat mungkin namun tetaplah memegang teguh identitas diri sebagai Ata Waibalun.

Saya mencoba menggarisbawahi bahwa Ata Waibalun terintegrasi dalam dirinya ada tiga pribadi: Pribadi Sosial-Budaya, Pribadi Politis, dan Pribadi Religius. Dan integritas diri Ata Waibalun ini mengakar pada semboyan: LAGE AE NIKU KOLA, MARIN PALI HUKUT BAUK.

***

Sebagai anak muda Waibalun, goe ingin mengucapkan terima kasih loke untuk Pa Ewa (S. Yeremias Tukan). Secara pribadi saya boleh katakan bahwa sosok ini memberi identitas tersendiri kepada Lewo Waibalun. Kata orang: Seorang pemimpin yang berkualitas akan memberikan identitas tersendiri akan Negara atau Lewo bukan Negara atau Lewo memberikan identitas akan diri seorang pemimpin.

Pa Ewa memberi identitas tersendiri bagi Lewo Waibalun di mata orang-orang yang mengenal Lewuk Belen Waibalun.

Terima kasih loke untuk keterlibatan Pa Ewa untuk menyumbangkan tulisan dalam buku "SYUKUR-OPTIMIS-PENUH HARAP. Kenangan 100 Tahun Paroki St. Ignasius Waibalun". 

Goe marin pi'in adalah ke-Terlibatan yang harus di-Syukuri. Bahwa selama morit (hidupnya), Pa Ewa telah memberikan 'Tanda' bagi kehidupan Pa Ewa dan bagi kame Ana Uri Gere (Generasi Muda).

Salam

Goe Ata Waibalun

Komentar

  1. Sungguh mendeskripsikan profil seorang Yeremias Tukan.
    Bagi goe, pa Yere adalah mediator yg baik antara generasi tua dan generasi muda.
    Dan jg mampu menterjemahkan adat istiadat dgn situasi kekinian.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih loke Pak untuk komentar piin. Tite kehilangan sosok penjembatan generasi tua dan muda...🙏🙏🙏

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

WAIBALUN - JATI DIRI

TERUNTUK PATER BERNAD MULLER, SVD

KRITIK BUDI (Refleksi Singkat untuk HUT Pater Budi Kleden SVD)