Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

KUE TAHUN BARU

Gambar
"KUE TAHUN BARU" Oleh Berrye Tukan “Gagal lagi, gagal lagi!” gerutu Irna dari dapur. “Apanya yang gagal, sayang? Tidak ngembang lagi?” tanyaku. “ Ngembang sih , cuman kurang rata,” jawabnya kecewa, setengah menghela nafas. “Ya sudah. Kita nikmati sajalah yang ada,” jawabku. “Hmm, … “ gumamnya tanpa arti. Irna, istriku. Sudah sejak pagi tadi mencoba membuat kue yang enak untuk dinikmati di malam tahun baru ini, dari kue kering, blackforest hingga kue tar gulung. Pagi-pagi buta, dia sudah belanja terigu, telur satu pan, vanili, SP hingga mentega di kios di depan gang. Resep dari internet pun sudah didownload , bahkan dari videonya pun juga sudah disave dari youtube . Adonan demi adonan sudah dibuatnya namun tak ada yang berhasil berubah menjadi kue yang lezat. Semuanya gagal maning! Sialnya, sebentar lagi malam tahun baru, dan kue tahun baru belum satupun yang berhasil. Irna mulai mengumpat sendiri di dapur. Sepertinya dia sudah menyerah kalah di depa

"MALAM INI RASANYA DINGIN SEKALI"

Gambar
‘Malam ini Rasanya Dingin Sekali.’ Oleh Berrye Tukan Saban tahun, diadakan pementasan drama Natal di gereja paroki kami, dan setiap sekolah mendapat giliran mementaskannya. Tahun itu, sekolah kami bertanggung jawab untuk pementasan dimaksud. Tanpa audisi dan casting , ibu guru sekaligus sutradara pementasan ini memilih sendiri para pemerannya. Teman saya Anita Kleden yang masih imut, cantik dan manis waktu itu menjadi pemeran utamanya; menjadi Bunda Maria. Dan, saya dipilih menjadi salah satu gembalanya. Ah, kenapa saya tidak jadi Santu Yosep-nya saja? Mungkin saya kurang tinggi dan berotot untuk jadi gembalanya. Tak apalah, lebih baik jadi gembalanya daripada jadi dombanya. Dialog kami cukup singkat. Namun, latihannya keras dan ketat, untuk ukuran anak sekolah dasar waktu itu. Guru kami memang sangat perfeksionis. Intonasi, pelafalan dan ekspresi harus benar dan tepat. Salah sedikit saja, harus diulang, diulang dan diulang lagi. Dialog saya singkat saja. ‘Malam ini rasanya di

SELAMAT HARI IBU!!!

Gambar
Selamat Hari Ibu! Oleh Berrye Tukan Lola menatap girang kue Hari Ibu untuk ibunya yang dipesan dari Nita, teman kantornya. Bentuknya sempurna dengan warna cerah serta toping coklat yang lucu. Sebentar lagi kantor tempatnya bekerja akan tutup, namun Lola sempat mengambil ponselnya, dan ceklik, ceklik. Beberapa gambar kue diambil dengan kamera ponselnya dari berbagai sudut; atas, samping kiri-kanan bahkan dari sudut yang cukup miring. Dengan segera foto-foto itu diupload ke facebook, dengan sebuah caption yang menurutnya cukup manis, ‘selamat Hari Ibu wanita terhebatku.’ Dalam hitungan detik, notifikasi di facebooknya sudah bermunculan satu persatu; satu, dua, lima, sepuluh, dan seterusnya. Lola tersenyum, sembari jemarinya meng-klik notifikasi tersebut. Like demi like bermunculan seperti anak kecil yang mengelilingi tukang somay. Lola melangkah pulang ke rumah bersama sebungkus kue ulang tahun untuk ibu. Di dalam taksi, Lola tak henti-hentinya mengecek siapa saja yang menyukai

BERANILAH BERPIKIR!

Gambar
BERANILAH BERPIKIR! Oleh Karolus Banda Larantukan   Rene Descartes dalam filsafatnya mengumandangkan cogito ergo sum , aku berpikir maka aku ada. Menjawab kaum skeptic yang meragukan segala sesuatu bahwa tak ada yang   pasti, Descartes menegaskan bahwa “aku dapat meragukan segala sesuatu tetapi aku tidak dapat meragukan kenyataan bahwa aku sedang meragukan”. Aku yang meragukan adalah aku yang menyadari adaku. Aku yang demikian adalah aku yang berpikir. Dengan demikian, aku berpikir maka aku ada. Di atas basis aku yang berpikir ini dapat dibangun berbagai macam kepastian lainnya. Aku yang berpikir bukan cuma menjadi dasar dari kepastian keberadaanku, melainkan sekaligus juga titik tolak untuk memberikan kepastian seluruh dunia. Aku yang berpikir inilah yang menjadi dasar tak tergoyahkan untuk adanya segala sesuatu yang lain. Descartes menuliskan empat aturan arah berpikir. Pertama , tidak menerima sesuatu sebagai kebenaran jika tidak menyajikan kepada pikiran suatu keje

"REFLEKSI REKAM JEJAK LURAH"

Gambar
"Refleksi Rekam Jejak Lurah" oleh Bapak Emanuel Pulo Tukan - Lurah Waibalun ---- Berdiri di pucuk waktu memasuki purna bhakti dan memandang nun jauh kemulah pertama dilantik menjadi Lurah sambil merekam jejak, hati membersit lelah dan menyeruak dalam kalbu harapan, tak terhitung langkah yang terayun, keringat yang mengucur tak terbilang jumlah kata yang terucap dan tak terekam ekspresi jiwa atas nama gembira dan sedih, bangga dan kesal. Tak terkirah pula waktu yang habis dalam kebersamaan dan dalam kesendirian nan panjang dari tahun ke tahun hingga melampaui 7 tahun 3 bulan. Tak terkatakan lelah yang membantai raga dan terlebih menyalub jiwa, kuingin kalian yang menikmati alhasil diperjalanan waktu dan bakal terlibat di masa menanti, mulai dari sekarang dan entah sampai kapan mengais kelelahan itu untuk menghuni LEWUK BALUN LAMA BOLENG TANA KU JAENG LAMA JARANG  yang merindukan transformasi / perubahan. Itulah harapan bahwasanya apa yang sudah sedang ada dan h

"ANGKRINGAN"

Gambar
“ANGKRINGAN” Oleh Karolus B. Larantukan Angkringan. Itulah nama yang saya kenal ketika saya berada di Yogyakarta. Ketika sore tiba, seorang teman sesama kos yang menempuh pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi Yogyakarta mengajakku ke “angkringan”. Sekejap dalam benakku bahwa “angkringan” pastilah suatu tempat yang tidak biasa bagi orang dari kampung seperti saya. Benakku melayang tentang angkringan adalah mall besar dan berlantai hingga 10. Dengan segera saya siap (baca: berdandan), celana pendek kuganti celana panjang serta baju kaos terbaru. Sang teman yang mengajakku hanya berdiri menunggu di depan kamar. Selesai berdandan kami pun berjalan menuju ke depan. Saya hanya mengikuti dan saya berpikir bahwa tempatnya tidak terlalu jauh sehingga kami berjalan kaki.  Tak sempat bertanya pada teman tentang di mana letak “angkringan”, teman tadi telah memesan teh panas dan segelas kopi panas buatnya dan saya di sebuah warung kecil seperti gerobak. Kami pun duduk di

BERHUTANG CINTA ADAT

Gambar
BERHUTANG CINTA ADAT (Kisah Perkawinan tertunda Belis) Oleh Karolus B. Larantukan Hidup sekali, mati sekali dan cinta sekali.... Kisah perkawinan menjadi kisah terindah bagi dua insan manusia yang saling mencintai. Bahwa perkawinan menjadikan cinta nyata. Kisah perkawinan yang terlihat dan dirasakan indah itu pun terkadang penuh dengan pengorbanan, kepedihan, keberanian, kesukaran dan bahkan terkadang tak masuk akal. Perkawinan sebagai buah dari cinta pun perlu dilalui dengan hukum masyarakat adat di kampung halaman. Dan salah satu yang perlu dipertimbangkan dan bahkan dijadikan ukuran perkawinan adalah belis. Kisah itu bermula dari cinta. Dua insan muda, penuh gairah dan keingintahuan menjalin kisah cinta. Kisah cinta ini berlanjut ke ruang pelaminan. Urusan hukum masyarakat, adat istiadat pun dibicarakan dan diperbincangkan. Dalam hukum perkawinan adat kampung setempat, Lamaholot, hal yang juga diperbincangkan adalah belis. Belis perkawinan yang diakui adalah