Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

"WAJAH MANUSIA"

Gambar
 "Wajah Manusia" ------- Zaman ini adalah zaman di mana manusia menipu manusia. Wajah-wajah manusia berseliweran penuh topeng. Sulit diprediksi mana baik dan mana yang buruk; mana yang benar dan mana yang salah. Wajah manusia zaman ini adalah wajah ber-topeng. Sulit sungguh ditebak. Lebih parah kaum klerus yang katanya berpendidikan iman dan rasio sejak bangku setingkat Sekolah Menengah Atas hingga berjilbaku gelar Strata 2, seolah suci dalam berpikir namun sesungguhnya jiwa penuh nafsu ke-binatangan.  Kaum klerus ditabis dalam gereja penuh sakral, dibalik jubah putih tertanam jiwa hewan - nafsu syawat. Dielukan bak penyelamat dan disanjung melampaui raja, tak disangka benak penuh alat kelamin-birahi binatang dibalut jubah putih sekedar mengelabui Sang Tersalib. Ah... Berpendidikan tinggi para kaum klerus dengan dalil iman menuju sakramen imamat tak disangka lebih keji daripada para pengedar narkoba. Tuhan dikelabui hingga melacuri kekudusan Tuhan saat konsekrasi, tak ada ras

"PADA WAJAH ANAK-ANAK"

Gambar
 "Pada Wajah Anak-Anak" --- Hidup kian hari kian memberi makna, baik diterpa cobaan pun sukacita. Selalu saja ada kerikil yang mesti diinjak tuk memastikan bahwa jalan harus terus dijejali dengan kaki.  Manusia kian dinamis. Sana-sini, wajah-wajah manusia sulit ditebak. Berparas anggun nan santun, namun berjiwa dekil dan kumal. Kaum berjubah tebar pesona suci saat konsekrasi, menyimpan kemunafikkan penuh noda lacur-birahi dibalik meja altar tentang alat kelamin. Perselingkuhan birahi para penerima sakramen imamat dibalik derita Sang Putera yang disembah, bahkan menjadi semacam spiritualitas baru ber-paradigma post-truth di era 4.0.  Rumah-rumah biara kaum tertabis menjadi rumah suci berisi manusia berjiwa gigolo, berwajah malaikat - bernafsu binatang, melacuri Tuhan. Ah... Pada Wajah Anak-anak-lah, engkau akan tahu seberapa dalam dan luas kemunafikkan dalam dirimu yang kau tampakkan pada dunia penuh wajah-wajah manusia. Ah... Wajah-wajah manusia, "Lebih baik diasingkan d

NASIONALISME MENCARI DEMOKRASI

Gambar
NASIONALISME MENCARI DEMOKRASI (Foto: Ignas Kleden) Oleh IGNAS KLEDEN Untuk waktu kurang-lebih dua abad lamanya, hubungan antara nasionalisme dan demokrasi dianggap sebagai sesuatu yang  given  atau alamiah. Negara-bangsa dianggap sebagai kerangka tempat perangkat-perangkat demokrasi bisa dibangun untuk mewujudkan nilai-nilai dalam kenyataan politik dan kehidupan sehari-hari. Pengandaian ini dianut sedemikian luasnya selama dua abad sebelum ini, dan ini dapat dilihat sekurang-kurangnya dari dua kenyataan. Pertama, negara-negara modern entah berbentuk kerajaan, republik kesatuan, atau federasi – semuanya, tanpa kecuali menetapkan demokrasi sebagai tujuan politiknya, baik sebagai tujuan sungguhan maupun sebagai dalih. Kedua, gerakan kemerdekaan yang dikobarkan oleh negara-negara bekas jajahan selalu mencantumkan demokrasi sebagai landasan dan tujuan perjuangannya, karena dalam hubungan yang tidak setara antara bangsa penjajah dan negeri terjajah dianggap demokrasi mustahil diwujudkan. Ka

Dari Apologetik ke Dialog, Beberapa Kesimpulan Diskusi “Refleksi Kebudayaan” (1)

Gambar
Dari Apologetik ke Dialog, Beberapa Kesimpulan Diskusi “Refleksi Kebudayaan” (1) (Foto: Ignas Kleden) Oleh Ignas Kleden P ADA 9 September 1995 di auditorium Institut Kesenian Jakarta dilangsungkan diskusi “ Refleksi Kebudayaan ” yang mendapat perhatian dan sambutan luas, baik dari segi partisipasi peserta maupun dari segi pemberitaan dalam surat kabar dan majalah berita di Ibu Kota. Diskusi diadakan dengan beberapa tujuan yang saling berkaitan. Pertama, apakah mungkin suatu diskusi kebudayaan yang semata- mata apologetik akan dapat bersifat produktif? Mempertahankan posisi sendiri adalah hal yang mutlak perlu dalam melakukan diskusi. Namun demikian, mempertahankan posisi sendiri tanpa kesediaan memahami alasan pihak lawan diskusi, akan menyebabkan perdebatan cenderung menjadi dua monolog yang tidak menghasilkan perkembangan gagasan dan perkembangan sikap yang lebih jauh. Karena itu diskusi kebudayaan seberapa pun kerasnya sedapat mungkin harus ditempatkan dalam suatu struktur dialog, s

EKSPERIMEN SEORANG PENYAIR

Gambar
  EKSPERIMEN SEORANG PENYAIR (Foto: Ignas Kleden) Oleh Ignas Kleden           Sign in HOME BERITA JELAJAH Bumi Manusia Biografi Opini Kolom S Eksperimen Seorang Penyai Ignas Klede PADA dasarnya “Catatan Pinggir” majalah  Tempo  adalah catatan seorang penyair, dan semua kita tahu, penyair tersebut seorang wartawan. Tentu saja tidak ada yang aneh jika penyair menjadi wartawan atau wartawan menjadi penyair. Sepintas lalu, hubungan antara penyair dan wartawan tidak lebih istimewa dari hubungan penyair dan guru, atau wartawan dan kolektor barang-barang antik. Apakah yang aneh kalau seorang biolawan sekaligus juga jadi pemain sepakbola atau seorang pelukis jadi mahaguru antropologi? Masalahnya mungkin baru muncul kalau seorang pemain musik klasik ingin sekaligus menjadi pemusik rock, atau seorang pelukis naturalis sekaligus mau menjadi spesialis kubisme. Dengan lain perkataan, menjalankan dua-pekerjaan yang sama sekali berbeda mungkin lebih mudah daripada menggabungkan dua keterampilan yang

BLAISE PASCAL DAN KEBAHAGIAAN

Gambar
  Blaise Pascal dan Kebahagiaan May 19, 2021 Agustinus Tetiro Oleh:   Agustinus Tetiro   (jurnalis, alumnus STFK Ledalero) untuk: Ignas Kleden pada HUT ke-73 BLAISE PASCAL (1623-1662) mengatakan, semua orang mencari kebahagiaan, tanpa ada pengecualian. [1]  Dalam proses pencarian kebahagiaan itu, kadang manusia bahkan bisa tiba pada ketidakbahagiaan. Lalu, manusia harus bagaimana untuk menemukan dan tiba pada kebahagiaan otentik? Untuk bahagia, manusia harus menerima Allah sebagai pribadi yang tak terbatas dan tak berubah. [2]  Pascal langsung merujuk pada Yesus Kristus sebagai awal dan akhir pencarian manusia. Dengan mengenal Yesus, kita bisa mengetahui semua yang terjadi. [3] Menurut Pascal, sebagai makhluk yang kontradiktoris, manusia membutuhkan Tuhan. Kontradiksi kondisi manusia bersifat paradoksal. Manusia adalah makhluk yang nista sekaligus luhur, hina serentak mulia. Manusia tidak sepenuhnya rasional, tetapi juga tidak seluruhnya irasional. Relasi kedua hal yang paradoksal ini