"MALAM INI RASANYA DINGIN SEKALI"
‘Malam ini Rasanya Dingin Sekali.’
Oleh Berrye Tukan
Saban tahun, diadakan pementasan drama Natal di gereja paroki kami, dan setiap sekolah mendapat giliran mementaskannya. Tahun itu, sekolah kami bertanggung jawab untuk pementasan dimaksud. Tanpa audisi dan casting, ibu guru sekaligus sutradara pementasan ini memilih sendiri para pemerannya. Teman saya Anita Kleden yang masih imut, cantik dan manis waktu itu menjadi pemeran utamanya; menjadi Bunda Maria. Dan, saya dipilih menjadi salah satu gembalanya. Ah, kenapa saya tidak jadi Santu Yosep-nya saja? Mungkin saya kurang tinggi dan berotot untuk jadi gembalanya. Tak apalah, lebih baik jadi gembalanya daripada jadi dombanya.
Dialog kami cukup singkat. Namun, latihannya keras dan ketat, untuk ukuran anak sekolah dasar waktu itu. Guru kami memang sangat perfeksionis. Intonasi, pelafalan dan ekspresi harus benar dan tepat. Salah sedikit saja, harus diulang, diulang dan diulang lagi. Dialog saya singkat saja. ‘Malam ini rasanya dingin sekali.’ Namun, karena intonasi dan tetek bengeknya masih saja terasa kurang, harus diulang lagi dan lagi. Ah, ribet sekali ya main drama? Saya nyaris memutuskan untuk keluar dari latihan keras ini. Tapi, saya mencoba bertahan. Jadi gembala saja susah sekali, apalagi jadi dombanya? Hha..
Hari pementasan pun dimulai. Gugup dan takut salah. Pemeran malaikat, Bunda Maria dan Santu Yosep mengenakan baju misdinar, sementara para gembala hanya mengenakan baju yang dibuat dari sak semen. Gatal-gatal jadinya. Namun, semua berjalan normal dan sukses. Kamipun berhasil menjadi artis sehari. Puas tentunya, namun lebih banyak leganya. Saking leganya, sampai hari ini saya masih ingat dengan baik dialog saya; ‘malam ini rasanya dingin sekali.’
Ya, malam ini rasanya dingin sekali, selepas hujan mengguyur sejak petang.
Damai Natal untukmu semua.
Oleh Berrye Tukan
Saban tahun, diadakan pementasan drama Natal di gereja paroki kami, dan setiap sekolah mendapat giliran mementaskannya. Tahun itu, sekolah kami bertanggung jawab untuk pementasan dimaksud. Tanpa audisi dan casting, ibu guru sekaligus sutradara pementasan ini memilih sendiri para pemerannya. Teman saya Anita Kleden yang masih imut, cantik dan manis waktu itu menjadi pemeran utamanya; menjadi Bunda Maria. Dan, saya dipilih menjadi salah satu gembalanya. Ah, kenapa saya tidak jadi Santu Yosep-nya saja? Mungkin saya kurang tinggi dan berotot untuk jadi gembalanya. Tak apalah, lebih baik jadi gembalanya daripada jadi dombanya.
Dialog kami cukup singkat. Namun, latihannya keras dan ketat, untuk ukuran anak sekolah dasar waktu itu. Guru kami memang sangat perfeksionis. Intonasi, pelafalan dan ekspresi harus benar dan tepat. Salah sedikit saja, harus diulang, diulang dan diulang lagi. Dialog saya singkat saja. ‘Malam ini rasanya dingin sekali.’ Namun, karena intonasi dan tetek bengeknya masih saja terasa kurang, harus diulang lagi dan lagi. Ah, ribet sekali ya main drama? Saya nyaris memutuskan untuk keluar dari latihan keras ini. Tapi, saya mencoba bertahan. Jadi gembala saja susah sekali, apalagi jadi dombanya? Hha..
Hari pementasan pun dimulai. Gugup dan takut salah. Pemeran malaikat, Bunda Maria dan Santu Yosep mengenakan baju misdinar, sementara para gembala hanya mengenakan baju yang dibuat dari sak semen. Gatal-gatal jadinya. Namun, semua berjalan normal dan sukses. Kamipun berhasil menjadi artis sehari. Puas tentunya, namun lebih banyak leganya. Saking leganya, sampai hari ini saya masih ingat dengan baik dialog saya; ‘malam ini rasanya dingin sekali.’
Ya, malam ini rasanya dingin sekali, selepas hujan mengguyur sejak petang.
Damai Natal untukmu semua.
Waibalun, 25 Desember 2018
Komentar
Posting Komentar