BERHUTANG CINTA ADAT
BERHUTANG
CINTA ADAT
(Kisah
Perkawinan tertunda Belis)
Oleh Karolus B. Larantukan
Hidup
sekali, mati sekali dan cinta sekali....
Kisah
perkawinan menjadi kisah terindah bagi dua insan manusia yang saling mencintai.
Bahwa perkawinan menjadikan cinta nyata. Kisah perkawinan yang terlihat dan
dirasakan indah itu pun terkadang penuh dengan pengorbanan, kepedihan,
keberanian, kesukaran dan bahkan terkadang tak masuk akal. Perkawinan sebagai
buah dari cinta pun perlu dilalui dengan hukum masyarakat adat di kampung
halaman. Dan salah satu yang perlu dipertimbangkan dan bahkan dijadikan ukuran
perkawinan adalah belis.
Kisah
itu bermula dari cinta. Dua insan muda, penuh gairah dan keingintahuan menjalin
kisah cinta. Kisah cinta ini berlanjut ke ruang pelaminan. Urusan hukum
masyarakat, adat istiadat pun dibicarakan dan diperbincangkan. Dalam hukum
perkawinan adat kampung setempat, Lamaholot, hal yang juga diperbincangkan
adalah belis. Belis perkawinan yang diakui adalah gading. Walau dalam kenyataan
tak ada gajah yang kini hidup di wilayah adat Lamaholot, namun gading menjadi
mahar berharga untuk meminang seorang gadis. Harga seorang gadis adalah harga
sebuah gading.
Perbincangan
berlanjut, pihak keluarga laki-laki atau opu
mendatangi pihak keluarga perempuan atau blake.
Dalam perbincangan dan diskusi perihal belis, keluarga pihak laki-laki belum
menyanggupi untuk membayar mahar berupa belis gading. Kisah perkawinan itu
tetap dijalankan, namun tertunda belis gading. Hingga suatu saat jika pihak
laki-laki sudah mampu menyanggupinya, maka akan dihantar belis ke pihak
keluarga perempuan.
Selama
hantaran belis belum dihantar sang laki-laki hidup dalam hutang belis
perkawinan. Perkawinan dan belis sebagai wujud cinta dua insan manusia bagai
dua mata keping uang yang harus saling melengkapi dan dipenuhi dalam kehidupan
masyarakat adat Lamaholot. Kisah sang laki-laki berhutang belis akan cinta,
mewajibkan sang laki-laki untuk berusaha dan bekerja keras agar kelak mampu
membayar belis hutang cinta adat. Pembayaran hutang belis cinta adat adalah
sebuah wibawa ke-lelaki-an, keluaraga dan bahkan suku pihak laki-laki. Ini
adalah hutang belis opu kepada blake; hutang wibawa opu kepada blake; hutang eret mata
dari opu kepada blake.
Maka,
selama perkawinan dan dalam kehidupan berkeluarga kedua insan dan lebih pada
sang laki-laki harus selalu patuh dan taat kepada pihak wanita dan keluarganya
karena berhutang belis cinta adat. Selama itu pula, sang laki-laki bahkan
keluarga dan sukunya harus gelekat
penuh kepada pihak wanita dan keluarga serta suku sang pihak wanita. Gelekat ini adalah ungkapan kerendahan
hati, ungkapan tahu adat, ungkapan
ingatan akan hutang belis cinta adat dari opu
kepada blake.
Mantap tata
BalasHapusMkasih Ade...
HapusMantap ade...moe hama pa Eduard jaha di..juga dgn no Herman Larantukan...rae w pnya jiwa seni yg tinggi...penulis yg tiap kalimat mengandung makna yg sangat tersirat..jd kdie yg baca sperti terhanyut dlm cerita itu...makasih ade goen..Tuan BELAKE..😃
BalasHapusTata sangat berharap penulis juga lebih cepat memiliki /merasakan hutang adat. Wasalam
BalasHapus