KUE TAHUN BARU
"KUE TAHUN BARU"
Oleh Berrye Tukan
“Gagal lagi, gagal lagi!” gerutu Irna dari dapur.
“Apanya yang gagal, sayang? Tidak ngembang lagi?” tanyaku.
“Ngembang sih, cuman kurang rata,” jawabnya kecewa, setengah menghela nafas.
“Ya sudah. Kita nikmati sajalah yang ada,” jawabku.
“Hmm, … “ gumamnya tanpa arti.
Irna, istriku. Sudah sejak pagi tadi mencoba membuat kue yang enak untuk dinikmati di malam tahun baru ini, dari kue kering, blackforest hingga kue tar gulung. Pagi-pagi buta, dia sudah belanja terigu, telur satu pan, vanili, SP hingga mentega di kios di depan gang. Resep dari internet pun sudah didownload, bahkan dari videonya pun juga sudah disave dari youtube. Adonan demi adonan sudah dibuatnya namun tak ada yang berhasil berubah menjadi kue yang lezat. Semuanya gagal maning! Sialnya, sebentar lagi malam tahun baru, dan kue tahun baru belum satupun yang berhasil.
Irna mulai mengumpat sendiri di dapur. Sepertinya dia sudah menyerah kalah di depan kompor. Dibereskannya satu persatu peralatan dapur. Penggorengan, panci dan mixer kembali ke tempatnya dengan manis setelah dibersihkan. Malam ini, sepertinya kita harus makan 'kue toko' lagi. 'Kue toko' sebutan untuk kue dan jenis kudapan lainnya yang dibeli dari toko terdekat. Praktis sih, tapi kurang nikmat.
“Mungkin apinya kebesaran,” kataku lagi.
“Ah, tidak juga!”
“Telurnya busuk?”
“Sudahlah bang. Tidak usah berusaha membela saya. Atau kamu mau ngejek sebenarnya?” Irna marah.
“Ah, itu pikiran kamu saja, sayang! Itu cuman kue!”
“Terserah kamu. Aku capek. Aku mau tidur saja,” tutupnya, lalu menuju kamar tidur.
Aku melirik setandan pisang mengkal di ujung dapur. Tergeletak seperti prajurit yang tewas ditembak musuh. Aku punya ide kecil. Aku lalu sibuk di dapur sendirian.
Dan, malam tahun barupun tiba.
Di teras kecil di depan rumah, kami berdua menikmati berlalunya tahun 2018 dengan cara kami sendiri. Di depan sana, anak-anak remaja nampak gagah tapi konyol di atas kendaraan mereka, 'galak' meraung-raung bunyi motor mereka, memekakkan telinga. Kembang-kembang api menjilat langit malam. Sepiring pisang goreng lengkap dengan sambalnya, segelas kopi dan teh mengiringi kami menyapa tahun baru 2019.
Tak semanis dan tak selezat tar guling, tapi habis juga! Haha …
“Kok habis juga ya pisang gorengnya?” tanyaku.
Irna tersenyum.
“Mungkin karna nikmat, dan tidak kelebihan manisnya,” jawabnya bijak sambil tersenyum.
“Haha …“.
Oleh Berrye Tukan
“Gagal lagi, gagal lagi!” gerutu Irna dari dapur.
“Apanya yang gagal, sayang? Tidak ngembang lagi?” tanyaku.
“Ngembang sih, cuman kurang rata,” jawabnya kecewa, setengah menghela nafas.
“Ya sudah. Kita nikmati sajalah yang ada,” jawabku.
“Hmm, … “ gumamnya tanpa arti.
Irna, istriku. Sudah sejak pagi tadi mencoba membuat kue yang enak untuk dinikmati di malam tahun baru ini, dari kue kering, blackforest hingga kue tar gulung. Pagi-pagi buta, dia sudah belanja terigu, telur satu pan, vanili, SP hingga mentega di kios di depan gang. Resep dari internet pun sudah didownload, bahkan dari videonya pun juga sudah disave dari youtube. Adonan demi adonan sudah dibuatnya namun tak ada yang berhasil berubah menjadi kue yang lezat. Semuanya gagal maning! Sialnya, sebentar lagi malam tahun baru, dan kue tahun baru belum satupun yang berhasil.
Irna mulai mengumpat sendiri di dapur. Sepertinya dia sudah menyerah kalah di depan kompor. Dibereskannya satu persatu peralatan dapur. Penggorengan, panci dan mixer kembali ke tempatnya dengan manis setelah dibersihkan. Malam ini, sepertinya kita harus makan 'kue toko' lagi. 'Kue toko' sebutan untuk kue dan jenis kudapan lainnya yang dibeli dari toko terdekat. Praktis sih, tapi kurang nikmat.
“Mungkin apinya kebesaran,” kataku lagi.
“Ah, tidak juga!”
“Telurnya busuk?”
“Sudahlah bang. Tidak usah berusaha membela saya. Atau kamu mau ngejek sebenarnya?” Irna marah.
“Ah, itu pikiran kamu saja, sayang! Itu cuman kue!”
“Terserah kamu. Aku capek. Aku mau tidur saja,” tutupnya, lalu menuju kamar tidur.
Aku melirik setandan pisang mengkal di ujung dapur. Tergeletak seperti prajurit yang tewas ditembak musuh. Aku punya ide kecil. Aku lalu sibuk di dapur sendirian.
Dan, malam tahun barupun tiba.
Di teras kecil di depan rumah, kami berdua menikmati berlalunya tahun 2018 dengan cara kami sendiri. Di depan sana, anak-anak remaja nampak gagah tapi konyol di atas kendaraan mereka, 'galak' meraung-raung bunyi motor mereka, memekakkan telinga. Kembang-kembang api menjilat langit malam. Sepiring pisang goreng lengkap dengan sambalnya, segelas kopi dan teh mengiringi kami menyapa tahun baru 2019.
Tak semanis dan tak selezat tar guling, tapi habis juga! Haha …
“Kok habis juga ya pisang gorengnya?” tanyaku.
Irna tersenyum.
“Mungkin karna nikmat, dan tidak kelebihan manisnya,” jawabnya bijak sambil tersenyum.
“Haha …“.
Selamat menyambut Tahun Baru 2019!
Komentar
Posting Komentar