DIPANGGIL UNTUK MENCINTAI KEBENARAN

DIPANGGIL UNTUK MENCINTAI KEBENARAN
-----

(Oleh Pater Dr. Paulus Budi Kleden, SVD – Khotbah 50 Tahun STFK Ledalero)

Para Bapa Uskup, Bapa-Ibu, Saudara-saudariku yang terkasih dalam Kristus. Salah satu pengalaman yang sulit saya lupakan dari masa kerja saya sebagai dosen STFK Ledalero adalah ketika pada satu hari minggu di bulan Juli tahun 2009 bersama seorang rekan dosen saya menguji skripsi seorang mahasiswa. Ujian skripsi adalah hal yang lumrah dalam kehidupan seorang dosen terutama dalam periode Maret sampai Juli. Tetapi yang membuat ujian kali itu istimewa adalah mahasiswa yang kami uji tercatat sebagai mahasiswa semester ke empat belas (14) STFK dan dia sudah mengambil dua semester cuti yang diperbolehkan. Artinya itu semester terakhir baginya. Dan hari itu adalah hari minggu, keesokkan harinya hari senin saya harus memasukkan nilai skripsi dari para mahasiswa yang saya dampingi karena itu tuntutan dari STFK. Semester terakhir hari terakhir.

Walaupun agak gugup karena beban yang besar, mahasiswa itu tetap dapat membuat ujiannya dengan baik. Dan skripsinya pun ditulis secara cukup baik karena itu  tidak butuh banyak perbaikan untuk diterima. Kami rela buat ujian itu pada hari minggu sore, karena secara keseluruhan kemampuan studi dari mahasiswa itu tidak diragukan, hanya kelengahan atau kesibukkan berorganisasi membuat dia terus menunda penyelesaian studinya. Syukur hari ini dia sudah menjadi seorang pejabat di salah satu kabupaten di wilayah ini. Saya tidak tahu mungkin dia hadir di sini.

Saya yakin cerita seperti ini dapat dituturkan oleh banyak dosen di sini. Yang berjuang agar mahasiswa menyelesaikan studinya, seringkali bukan hanya mahasiswa tetapi juga para dosen. Yang berharap malah berdoa agar mahasiswa dapat sukses bukan cuma orang tua dan para kekasih tetapi juga para pengajar. Banyak dosen mempunyai keprihatinan apabila mahasiswa yang punya kemampuan terpaksa tidak dapat menyelesaikan kuliahnya. Ini bukan karena kami yakin bahwa ijasah adalah yang paling penting untuk masa depan. Tetapi karena kami sadar bahwa semua usaha yang telah dilakukan, segala pengorbanan yang sudah diberikan untuk berkuliah sepantasnya bermuara pada sebuah penyelesaian.

Yesus dalam Injil hari ini berbicara mengenai perhitungan yang cermat sebelum memulai sesuatu, agar orang tidak mesti kehilangan muka karena memulai tetapi tidak bisa menyelesaikan. Tugas sebuah lembaga pendidikan seperti STFK Ledalero adalah mendampingi setiap mahasiswa yang sudah mengambil langkah awal agar menyelesaikan apa yang sudah dimulai.

Pertanyaannya adalah apakah selalu ada jaminan bahwa siapa yang memulai dengan perhitungan yang cermat dan mendapat pendampingan yang memadai dapat menyelesaikan secara tuntas?

Kisah hidup kita masing-masing, para alumni, bapa-ibu, saudara-saudari sekalian secara lembaga ini dan lembaga-lembaga lain menunjukkan bahwa hidup memang penuh dengan kejutan. Apa yang diawali dengan gegap-gempita dan kemeriahan yang ditandai perayaan besar dan janji yang membahana tidak selalu berakhir sebagaimana digagaskan. Namun, semua contoh itu tidak boleh pernah menjadi alasan untuk tidak memulai apapun. Setiap inisiatif, setiap keputusan untuk memulai, ya setiap kelahiran kendati sudah diperhitungkan dengan matang selalu berarti memasuki sebuah medan penuh resiko.

Lima puluh tahun (50) lalu para inisiator lembaga ini seperti almarhum Bapak Paulus Sabon Nama, almarhum Monsinyur Fitalis Jebaru, dan Pater Pankras Mariatma mengambil keputusan dan bekerja keras untuk mengubah status pendidikan di Ledalero dari sebuah Seminari Tinggi menjadi sebuah Sekolah Tinggi yang diakui negara. Seminari yang didirikan dalam semangat ensilika Maximum Illut yang diterbitkan seratus (100) tahun lalu dialihkan menjadi sebuah lembaga yang berstatus resmi, yang beroperasi di bawah ketentuan politik pendidikan republik Indonesia. Para penggagas tidak mempunyai jaminan bahwa lembaga ini nanti akan berkembang menjadi salah satu lembaga pendidikan Filsafat dan Teologi terbesar di Indonesia dan dalam gereja Katolik. Seperti itu juga, Maria – Bunda yang kita rayakan kelahirannya hari ini memberikan jawaban ‘Ya’, fiat-nya tanpa tahu bahwa jawaban itu membawanya menjadi saksi penyaliban Sang Putera dan bergabung dengan para murid dalam mengalami sukacita kebangkitan.

Hari ini, tepat seratus empat puluh empat (144) tahun lalu, Santo Arnoldus Jannsen membuka sebuah rumah misi di Stile, menandai kelahiran Serikat Sabda Allah. Walaupun tidak punya jaminan bahwa usaha itu akan berhasil. Pernyataan kerendahan hati dan penyerahan total kepada kehendak Allah terungkap dari mulutnya:

“Jika seminari ini berhasil di kemudian hari, kita bersyukur atas anugerah Allah. Jika tidak (berhasil), kita mesti bertepuk dada dan dengan rendah hati mengatakan kita tidak pantas untuk karya sebesar itu.

Bapa-Ibu, Saudara-saudari sekalian, sikap seperti inilah yang sebenarnya ditegaskan Yesus dalam Injil hari ini. Yesus tidak menganjurkan agar orang yang sadar akan kekurangannya untuk sama sekali tidak memulai apapun. Tetapi untuk selalu jujur terhadap kenyataan akan keterbatasan diri dan membuka diri kepada Allah dan orang lain. Yesus berbicara mengenai keharusan menyangkal diri. Artinya keharusan untuk sadar akan kelemahan diri sendiri dan kebergantungan pada orang lain dan pada kehendak dan anugerah Tuhan. Sikap seperti ini kita sebut sebagai kebijaksanaan.

Kebijaksanaan adalah paduan antara idealisme dan realisme. Memiliki impian tanpa melepaskan pijakan di atas bumi. Memeluk kenyataan tanpa mengorbankan apa yang seharusnya. Orang yang bijaksana adalah seorang idealis serentak seorang yang realistis.

Kebijaksanaan menjiwai hidup dan karya Yesus yang berbicara tentang Kerajaan Allah dengan kata dan perbuatan sambil mendekati orang-orang yang berdosa dan lemah. Yesus yang mewartakan kekudusan Allah seraya menjadi sahabat orang-orang yang najis dan dikucilkan.

Kebijaksanaan tidak membiarkan kita tenggelam dalam idealisme seolah kita hidup di langit. Tetapi juga mencegah kita untuk tenggelam di dunia lalu kehilangan harapan. Orang yang bijaksana menerima sepenuhnya bahwa kita ada sekarang dan di sini, dengan segala keterbatasan dan penentuan, tetapi juga mengarahkan mata memandang ke depan ke mana kita mesti dan bisa melangkah demi perubahan kepada yang lebih baik.

Orang yang bijak menolak tunduk di bawah paksaan berbagai penentuan, entah itu diberi nama nasib atau sistem yang lepas dari kendali manusia. Serentak tidak tega bungkam di tengah pekikan obrolan murahan tentang sebuah dunia lain.

Bentuk penindasan yang paling menyiksa adalah penindasan oleh status quo. Seolah tidak ada alternatif bagi situasi kita. Dan corak pembodohan yang paling memprihatinkan adalah pembodohan oleh khayalan tentang sebuah situasi lain, yang membuat orang lupa akan kerasnya hidup hari ini dan akan kemendesakkan untuk berjuang sekarang dan di sini.

Syalom, memadahkan syair pujian kepada kebijaksanaan yang datang dari surga bukan untuk membawanya tenggelam di dalam hidup surgawi, tetapi berusaha mengenal dan mengetahui situasi konkretnya dan menjalankan tugasnya yang nyata dengan penuh tanggungjawab.

Memang selalu ada godaan untuk menjadi hamba idealisme atau budak realisme. Hamba idealisme menjadikan kita moralis yang kejam dan menjadi pencatat kesalahan dan kelemahan orang lain. Kita jadi tukang mimpi yang lupa daratan. Sementara budak realisme membuat kita menjadi pragmatis, membenarkan segala cara untuk mempertahankan kepentingan dan keamanan diri. Hanya dengan melampaui kedua godaan ini, kita dapat menjadi orang-orang yang memperjuangkan kemerdekaan dan kebebasan setiap orang.

Santu Paulus dalam bacaan kedua memberi contoh bagaimana perjuangan melampaui godaan tersebut. Sebagai seorang yang telah lanjut usia, yang sudah banyak berkorban demi injil sampai di penjara, Paulus sebenarnya mempunyai hak untuk memberi perintah kepada Filemon, muridnya. Paulus sebenarnya dapat menggunakan kuasanya untuk memperjuangkan sesuatu bagi Onesimus, yang disebut sebagai anaknya. Pasti ada godaan untuk menggunakan atau menyalagunakan kekuasaan demi sang anak. Ada godaan untuk melakukan praktek KKN. Namun, Paulus memilih jalan lain. Ia meminta sebab kepentingan yang lebih besar yang menjadi tujuannya. Agar Filemon melakukan sesuatu bukan karena paksaan tetapi dengan kehendak bebas. Sikap seperti inilah merupakan perwujudan dari cinta kepada kebenaran.

Cinta tidak pernah mau menguasai dan memberi komando kepada kebenaran; memanipulasi dan menyalahgunakan kekuasaan. Cinta kepada kebenaran memberi ruang kepada yang lain untuk menjadi dirinya.

Lembaga pendidikan Sekolah Tinggi Filsafat Ledalero hadir untuk memajukan cinta kepada kebenaran, mempromosikan kebijaksanaan agar masyarakat kita kuat menghadapi godaan tenggelam dalam dunia mimpi dan mengatasi cobaan hancur dalam pragmatisme. Tugas seperti ini hanya dapat dilakukan berkat dukungan dan kerja keras para dosen dan tenaga pendukung: pemerintah dan masyarakat sekitarnya.

Idealisme tanpa kehilangan pijakan pada kenyataan, realisme sambil menjaga api idealisme adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh kita semua: awam, biarawan-biarawati dan imam. Hal ini akan semakin diperdalam apabila filsafat dan teologi terus dibantu oleh ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu lainnya. Dan hal ini akan menjadi semakin kuat apabila refleksi filsafat dan teologi dihadirkan di tengah berbagai macam program studi lain. Kehadiran program studi-program studi lain akan membuat filsafat dan teologi semakin berakar dan berpijak pada realitas. Serentak keberadaan filsafat dan teologi di tengah konteks program-program studi lain dapat mengingatkan semua akan pentingnya idealisme agar orang tidak terlampau gampang menggadaikan idealisme.

Kita para alumni yang dalam berbagai bidang karya yang kita tekuni senantiasa dihadapkan pada godaan tenggelam dalam idelisme atau pengerangkengan dalam pragmatisme kembali ke almamater, ke rahim bunda STFK Ledalero menghadiri perayaan hari ini. Moment ini adalah kesempatan bagi kita untuk diteguhkan kembali agar kita tidak kehilangan idealisme dalam perjuangan yang nyata dan tidak terputus dari kenyataan ketika menyuarakan yang ideal.

Saya menutup kotbah ini dengan mengutip puisi Asrul Sani: “Surat dari Ibu”.

Pergi ke dunia luas anakku sayang. Pergi ke hidup bebas. Selama angin masih angin buritan dan matahari pagi menyinari daun-daunan, dalam rimba dan padang hijau./ 

Pergi ke laut lepas anakku sayang, pergi ke alam bebas. Selama hari belum petang dan warna senja belum kemerah-merahan menutup pintu waktu lampau./ 

Jika bayang telah pudar dan elang laut pulang ke sarang, angin bertiup ke benua, tiang-tiang akan kering sendiri dan nahkoda sudah tahu pedoman, boleh engkau datang padaku./ 

Kembali pulang anakku sayang, kembali ke balik malam. Jika kapalmu telah rapat ke tepi, kita akan bercerita tentang cinta dan hidupmu pagi hari”./

Dalam usianya yang ke lima puluh (50), seperti ibu dalam puisi Asrul Sani dan bagai Bunda Maria yang kita rayakan kelahirannya hari ini, STFK adalah bunda yang melahirkan, membesarkan dan mengutus kita pergi mengarungi tasik – melintas gunung untuk menjadi pencinta kebenaran. Dan seperti dikatakan dalam Injil Sntu Yohanes, kebenaran itu memerdekakan. Maka, kita dikuatkan dan diutus untuk mejadi pejuang pembebasan dan pemerdekaan diri sendiri dan orang lain dari berbagai macam belenggu.

STFK adalah bunda yang dengan rindu menanti kita pulang, bukan untuk kembali tenggelam dalam kharibaannya sekadar untuk bernostalgia tentang kisah lama, tetapi untuk berbagi kisah dan pengalaman tentang bakti kita kepada kebenaran yang memerdekakan. Setelah itu bunda ini kembali mengutus kita pergi dalam semangat baru untuk mewartakan dan mencintai kebenaran yang memerdekakan.

Seperti Ibunda menghidupkan kita, dia pun hidup dari kita. STFK adalah bunda kita. Syukur kita bagi Sang Bunda. Bangga kita karena Sang Bunda. Bakti kita demi Sang Bunda.


Terima Kasih.


Ledalero, Minggu 08 September 2019

             

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WAIBALUN - JATI DIRI

TERUNTUK PATER BERNAD MULLER, SVD

KRITIK BUDI (Refleksi Singkat untuk HUT Pater Budi Kleden SVD)