DARI DAS SEIN MENUJU DAS SOLLEN
Dari Das Sein Menuju Das Sollen
(Kado Buat DPRD Flotim 2019-2024)
Oleh Anselmus Atasoge
(Komunitas Studi Kreatif_Larantuka_Flores NTT)
09 September 2019 akan menjadi momen sarat makna bagi ketigapuluh anggota terpilih DPRD Kabupaten Flores Timur. Hari ini mereka dikukuhkan menjadi para wakil rakyat Flores Timur untuk masa bakti lima tahun mendatang. Semenjak mereka ditetapkan sebagai ‘pemenang’, semenjak itu pula segundang harapan mulai dititipkan pada pundaknya. Semenjak itu pulalah mereka bukan lagi seperti mereka yang dulu melainkan mereka sedang bergerak dari apa yang ada menuju apa yang seharusnya ada, dari das sein menuju das sollen.
Apa yang seharusnya ada pada mereka? Pertama-tama nian jati diri mereka yang baru adalah ‘wakil rakyat’. Sebagai wakil dari rakyat yang empunya kedaulatan politis, sang wakil tentunya selalu esse co-esse est, selalu ada bersama orang yang diwakilinya. Dari gerakan ada bersama itulah, sang wakil bisa mengetahui situasi dan keadaan mereka yang diwakilinya hingga boleh ‘menceritakannya’ di Gedung Bale Gelekat berdasarkan fakta empiris yang telah ‘dipetik’ dari momen ada bersama itu. Momen ada bersama tidak sekedar digelar di saat sang wakil mengunjungi mereka yang diwakilinya dengan bertebal kantong melainkan di saat di mana persoalan-persoalan kemasyarakatan sedang meminta perhatian.
Kedua, para wakil yang terpilih tentunya bukan orang sembarangan yang sengaja dipilih sekedar main-main dalam pesta demokrasi melainkan pribadi-pribadi pilihan yang memiliki ‘kualitas tertentu’ yang membuat orang memercayainya. Di hadapan kepercayaan tersebut, sang wakil mestilah memiliki kesadaran yang paling eksistensial bahwa kepercayaan itu merupakan sebuah titian baru baginya yang membabtis dan mengantar mereka menjadi pribadi-pribadi yang lebih dari sekedar memiliki sebuah historitas politis di sebuah masa tertentu setelah bergulat dengan sejumlah kalkulasi sosial-politis-ekonomis di masa sebelum pemilihan dengan suka dan dukanya. Kepercayaan itu menjadi sebuah konstruk historis baru bagi tiap-tiap pribadi yang telah dengan gagah berani melangkahkan kakinya ke pelataran “Bale Gelekat” dalam sorak gembira keluarganya, kerabatnya, pemilihnya maupun simpatisannya. Di dalamnya, mereka sungguh boleh menjadi orang pilihan yang sejati yang empunya jiwa mengabdi, jiwa yang menolak kalkulasi politis egosentris.
Ketiga, dengan mengambil peran sebagai wakil rakyat mereka memiliki tanggungjawab besar terhadap mereka yang diwakilinya. Salah satu karakter dasar kodrat eksistensial-rasional manusia adalah kemampuan untuk menilai dan mengevaluasi tindakan dan perbuatannya. Dengannya, dia mampu membuat pertimbangan dan mengambil keputusan secara otonom sehingga ia juga harus bertanggungjawab atas pertimbangan, keputusan dan konsekuensi-konsekuensi tindakan-tindakannya. Wakil rakyat sebagai manusia yang dilengkapi dengan kodrat dasar kemanusiawiannya itu akan terlibat dalam aktvitas timbang-menimbang masalah dan kepentingan publik hingga menarik keputusan atau kebijakan-kebijakan. Ketika aktivitas itu itu berlangsung, di titik itu pulalah, para wakil rakyat sedang menambah pada dirinya kualitas pertanggungjawaban itu. Mereka tentunya, tidak berpuas diri karena telah melahirkan keputusan dan kebijakan lalu ‘mencuci tangan’ dengan lifeboy kecurangan pada pinggiran keputusan dan kebijakan.
Keempat, para wakil rakyat itu kerjanya bagaikan seorang yang unterscheidend innerwerden, orang yang secara intens memikirkan dan menghayati sesuatu. Dia memikirkan kepentingan orang banyak dan menghayati kebenaran-kebaikan universal dan bukannya menciptakan kriteria dan indikator-indikator kebenaran dan kebaikan menurut ukurannya sendiri. Di titik inilah, dia tampil sebagai pribadi yang dengan segala potensi, kualitas dan kelebihannya memiliki intensi untuk terlibat dalam perjuangan kebenaran, keadilan dan pembaharuan masyarakat. Ia tidak hanya berpikir dan memikirkan sesuatu, tetapi lebih dari itu mengedepankan apa yang dipikirkannya itu ke dalam hatinya serta menghidupi dan menghidupkannya di tengah masyarakat. Ia tidak hanya pandai, cepat mengerti, cerdas dan berintelek, tetapi juga mampu menggunakan kekuatan perasaan dan kehendaknya untuk meresapkan semuanya ke dalam diri dan hidupnya.
Patokan nilai dan prinsip yang mesti secara tegas dipegangnya itu adalah nilai dan prinsip kebenaran. Ia mesti berani dan tegas berpihak pada kebenaran dalam konteks variasi pilihan di tengah masyarakatnya. Para wakil rakyat tentu bukan pemilik kebenaran (Sophos), melainkan hanya sebagai orang yang mencari kebenaran (philosophos). Mengabdi kebenaran senantiasa dipahami dalam konteks mencari kebenaran itu.
Di titik inilah, mengabdi kebenaran menjadi sebuah perjuangan. Ia mesti terus-menerus melawan setiap kecenderungan untuk tetap bertahan dalam menghidupi nilai-nilai yang berseberangan dengan nilai kebenaran itu. Ia mesti berani menolak dan mengatakan “tidak” terhadap setiap nilai, paham, pola pikir dan kebiasaan yang tak sepadan dengan kebaikan dan kebenaran universal, berseberangan dengan nilai-nilai moral yang dijunjungnya atau bertentangan dengan kapasitas religiositasnya.
Sambil mengucapkan proficiat atas momen bersejarah 9 Septermber 2019, saya menitipkan sepenggal warta Allah yang dengan indah terpahat dalam kata-kata penulis Kitab Keluaran: “Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umatKu di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu, Aku telah turun untuk membebaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu...” (Kel 3:7-8).
Sekiranya, para wakil rakyat Flores Timur boleh memperhatikan, mendengar, mengetahui “kesengsaraan” warga masyarakat Flores Timur dan boleh turun untuk membebaskan dan menuntunnya menuju Flores Timur yang bermandikan susu dan madu. Gerakan-gerakan inilah yang membuat para wakil rakyat sungguh beralih dari apa yang ada menuju apa yang seharusnya ada!
(Kado Buat DPRD Flotim 2019-2024)
(Komunitas Studi Kreatif_Larantuka_Flores NTT)
09 September 2019 akan menjadi momen sarat makna bagi ketigapuluh anggota terpilih DPRD Kabupaten Flores Timur. Hari ini mereka dikukuhkan menjadi para wakil rakyat Flores Timur untuk masa bakti lima tahun mendatang. Semenjak mereka ditetapkan sebagai ‘pemenang’, semenjak itu pula segundang harapan mulai dititipkan pada pundaknya. Semenjak itu pulalah mereka bukan lagi seperti mereka yang dulu melainkan mereka sedang bergerak dari apa yang ada menuju apa yang seharusnya ada, dari das sein menuju das sollen.
Apa yang seharusnya ada pada mereka? Pertama-tama nian jati diri mereka yang baru adalah ‘wakil rakyat’. Sebagai wakil dari rakyat yang empunya kedaulatan politis, sang wakil tentunya selalu esse co-esse est, selalu ada bersama orang yang diwakilinya. Dari gerakan ada bersama itulah, sang wakil bisa mengetahui situasi dan keadaan mereka yang diwakilinya hingga boleh ‘menceritakannya’ di Gedung Bale Gelekat berdasarkan fakta empiris yang telah ‘dipetik’ dari momen ada bersama itu. Momen ada bersama tidak sekedar digelar di saat sang wakil mengunjungi mereka yang diwakilinya dengan bertebal kantong melainkan di saat di mana persoalan-persoalan kemasyarakatan sedang meminta perhatian.
Kedua, para wakil yang terpilih tentunya bukan orang sembarangan yang sengaja dipilih sekedar main-main dalam pesta demokrasi melainkan pribadi-pribadi pilihan yang memiliki ‘kualitas tertentu’ yang membuat orang memercayainya. Di hadapan kepercayaan tersebut, sang wakil mestilah memiliki kesadaran yang paling eksistensial bahwa kepercayaan itu merupakan sebuah titian baru baginya yang membabtis dan mengantar mereka menjadi pribadi-pribadi yang lebih dari sekedar memiliki sebuah historitas politis di sebuah masa tertentu setelah bergulat dengan sejumlah kalkulasi sosial-politis-ekonomis di masa sebelum pemilihan dengan suka dan dukanya. Kepercayaan itu menjadi sebuah konstruk historis baru bagi tiap-tiap pribadi yang telah dengan gagah berani melangkahkan kakinya ke pelataran “Bale Gelekat” dalam sorak gembira keluarganya, kerabatnya, pemilihnya maupun simpatisannya. Di dalamnya, mereka sungguh boleh menjadi orang pilihan yang sejati yang empunya jiwa mengabdi, jiwa yang menolak kalkulasi politis egosentris.
Ketiga, dengan mengambil peran sebagai wakil rakyat mereka memiliki tanggungjawab besar terhadap mereka yang diwakilinya. Salah satu karakter dasar kodrat eksistensial-rasional manusia adalah kemampuan untuk menilai dan mengevaluasi tindakan dan perbuatannya. Dengannya, dia mampu membuat pertimbangan dan mengambil keputusan secara otonom sehingga ia juga harus bertanggungjawab atas pertimbangan, keputusan dan konsekuensi-konsekuensi tindakan-tindakannya. Wakil rakyat sebagai manusia yang dilengkapi dengan kodrat dasar kemanusiawiannya itu akan terlibat dalam aktvitas timbang-menimbang masalah dan kepentingan publik hingga menarik keputusan atau kebijakan-kebijakan. Ketika aktivitas itu itu berlangsung, di titik itu pulalah, para wakil rakyat sedang menambah pada dirinya kualitas pertanggungjawaban itu. Mereka tentunya, tidak berpuas diri karena telah melahirkan keputusan dan kebijakan lalu ‘mencuci tangan’ dengan lifeboy kecurangan pada pinggiran keputusan dan kebijakan.
Keempat, para wakil rakyat itu kerjanya bagaikan seorang yang unterscheidend innerwerden, orang yang secara intens memikirkan dan menghayati sesuatu. Dia memikirkan kepentingan orang banyak dan menghayati kebenaran-kebaikan universal dan bukannya menciptakan kriteria dan indikator-indikator kebenaran dan kebaikan menurut ukurannya sendiri. Di titik inilah, dia tampil sebagai pribadi yang dengan segala potensi, kualitas dan kelebihannya memiliki intensi untuk terlibat dalam perjuangan kebenaran, keadilan dan pembaharuan masyarakat. Ia tidak hanya berpikir dan memikirkan sesuatu, tetapi lebih dari itu mengedepankan apa yang dipikirkannya itu ke dalam hatinya serta menghidupi dan menghidupkannya di tengah masyarakat. Ia tidak hanya pandai, cepat mengerti, cerdas dan berintelek, tetapi juga mampu menggunakan kekuatan perasaan dan kehendaknya untuk meresapkan semuanya ke dalam diri dan hidupnya.
Patokan nilai dan prinsip yang mesti secara tegas dipegangnya itu adalah nilai dan prinsip kebenaran. Ia mesti berani dan tegas berpihak pada kebenaran dalam konteks variasi pilihan di tengah masyarakatnya. Para wakil rakyat tentu bukan pemilik kebenaran (Sophos), melainkan hanya sebagai orang yang mencari kebenaran (philosophos). Mengabdi kebenaran senantiasa dipahami dalam konteks mencari kebenaran itu.
Di titik inilah, mengabdi kebenaran menjadi sebuah perjuangan. Ia mesti terus-menerus melawan setiap kecenderungan untuk tetap bertahan dalam menghidupi nilai-nilai yang berseberangan dengan nilai kebenaran itu. Ia mesti berani menolak dan mengatakan “tidak” terhadap setiap nilai, paham, pola pikir dan kebiasaan yang tak sepadan dengan kebaikan dan kebenaran universal, berseberangan dengan nilai-nilai moral yang dijunjungnya atau bertentangan dengan kapasitas religiositasnya.
Sambil mengucapkan proficiat atas momen bersejarah 9 Septermber 2019, saya menitipkan sepenggal warta Allah yang dengan indah terpahat dalam kata-kata penulis Kitab Keluaran: “Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umatKu di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu, Aku telah turun untuk membebaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu...” (Kel 3:7-8).
Sekiranya, para wakil rakyat Flores Timur boleh memperhatikan, mendengar, mengetahui “kesengsaraan” warga masyarakat Flores Timur dan boleh turun untuk membebaskan dan menuntunnya menuju Flores Timur yang bermandikan susu dan madu. Gerakan-gerakan inilah yang membuat para wakil rakyat sungguh beralih dari apa yang ada menuju apa yang seharusnya ada!
Ruang Privat
Lebao, 09 September 2019
Komentar
Posting Komentar